SELAMAT DATANG

Minggu, 13 Januari 2013


PENDAHULUAN

Agama merupakan yang sesuatu keyakinan atau kepercayaan yang di anut oleh seseorang sehingga menggambarkan pada perilaku kesehariannya dalam berinteraksi sesama manusia. Agama ini ada berbentuk kepercayaan pada satu tuhan dan kepercayaan pada dua atau lebih dan Agama ada yang diturunkan dari Allah dan ada juga yang diciptakan oleh manusia sndiri. Agama yang dibuat oleh manusia adalah agama yang yang menyembah patung, pepohonan, menyembah matahari, menyembah api dan lain sebagainya yang secara logika tidak masuk akal jika kita analogikakan. Masak tuhan tidak bergerak, tidak berbicara bahkan tidak bisa pergi kemana-kemana, ini dalam kasus penyembahan kepada patung. Namun kenapa juga mareka menyembah dan kenapa pula mareka beragama dengan beribadah padanya ?, padahal pada kasus patung jelas itu buatan mareka sendiri tapi kenapa mareka menyembahnya ?, benar-benar membingungkan.
Dari kasus diatas maka dapat kita simpulkan bahwa memerlukan agama untuk mareka ibadati. Kemudian jika kita lihat bahwa manusia perlu agama, timbul pula pertanyaan dari mana hasrat untuk beragama ? dan kenapa manusia membutuhkan agama? Dari itu dalam makalah ini akan kami kupas tentang apa saja yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca yang budiman. Selamat membaca.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Sebelum kita membahas lebih lanjut ada baiknya kita mengenal dulu pengertian dari agama itu. Agama menurut bahasa berasal dari kta sanskrit yaitu “a” artinya tidak dan “gama” artinya perti. Jadi pengertian agama adalah tidak pergi, tetap pada satu tempat dan diwarisi secara turun temurun. Pengertian ini menurut pendapat Harun Nasution dalam buku Metodelogi Studi Islam.[1]
Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa agama itu berasal dari nenek moyang kita yang turun temurun terus dijaga dan dibina dari generasi kegenersi selanjutnya. Namun pada pelaksanaannya pelestariannya agama ini hanya sebagai kedok bagi sebagian orang. Kenapa dikatakan sebagai kedok bagi sebagian orang ?, karena memang sudah begitu adanya, bagi mareka agama itu hanya untuk melengkapi identitasnya saja, yang  mana diperlukan dalam pembuatan KTP (kartu Idintitas Penduduk) sedangkan praktek keibadahan dalam agama itu tidak dilakukan, seperti contoh tidak melakukan shalat, tidak puasa dan lain-lain sebagainya, maka dari itu kami katakan agama hanya sebagai kedok atau sebagai untuk melengkapi identitasnya saja. Namun agama jika kita tinjau lebih jauh lagi, maka agama ini menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia. Agama ini dijadikan sebagai patokan dalam mengerjakan segala sesuatu baik dalam perbuatan muamalah apalagi dalam bidang ibadah. Dan mengenai latarbelakang dasar kebutuhan manusia terhadap agama akan kami uraikan dalam pebahasan berikut ini.
Kemudian dilain buku dijelaskan bahwa agama berasal dari kata “Religion” yang dialih bahasakan menjadi “agama”. Agama ini mengandung makna himpunan doktrin, ajaran, serta hukum-hukum yang telah di baku yang diyakini sebagai kodifikasi perintah tuhan untuk manusia. Proses pembukuan ini berlangsung antara lain melalui proses sistematika nilai dan semangat agama, sehingga sosok agama hadir sebagai himpunan sabda tuhan yang terhimpun dala kitab suci dan literatur keagamaan karya para ulama.[2]
Dalam agama islam kemudian muncul pula ilmu-ilmu pengetahuan keagamaan seperti ilmu kalam. Ilmu tasawwuf, ilmu Tauhid dan lain sebagainya yang berkenaan dengan agama. Yang mana ilmu-ilmu tersebut tidak lain adalah untuk memudahkan kita memahami agama yang kita anut, dan diantara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainya mempunyai hubungan erat dengan agama.

B.     Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama.
Didalam buku Metodelogi Studi Islam Abuddin Natamenjelaskan ada tiga alasan yang sangat melatar belakangi kenapa manusia perlu atau butuh kepada Agama. Alasan-alasan tersebut kami uraikan sebagai berikut :
1)      Latar Belakang Fitrah Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki Fitra keagamaan tersebut buat pertama kalinya ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan Fitri Manusia. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya ketika datangnya wahyu tuhan yang menyeru agar manusia beragama, maka seruan tersebut amat sejalan dengan fitranya itu.[3] Firman Allah SWT dala Al-Qur’an Surat Al-Rum ayat 30.
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui([4]).[5]
Sebenarnya manusia sejak kecil telah diberikan potensi fitrah beragama oleh Allah. Mengenai potensi yang diberikan oleh Allah kepada Manusia dapat kita jumpai dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 172.
øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ  
Artinya : dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.[6]
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal ini sedemikian jalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu haditsnya yang mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Manusia Primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenal tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya tuhan sekalipun terbatas daya khayalnya. Selanjutnya, keyakinan-keyakinan tersebut dikenal dengan istilah Dinamisme[[7]], Animisme[[8]], dan Politeisme[[9]] -lebih lanjut lihat Harun Nasution dalam Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya-, ini semua membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi bertuhan.
Lebih lanjut, Murthada Muthahhari menyebutkan bahwa setidaknya ada 5 Hipotesis yang diajukan mengenai pertumbuhan agama pada manusia. Yaitu Agama produk rasa takut, Agama adalah produk kebodohan, agama sebagai motivasi keterikatan manusia dan pendambaannya kepada keadilandan keteraturan, dan Marxisme.[10]

2)     Kelemahan dan Kekurangan Manusia.
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain ungkapan oleh kata al-nafs. Menuut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan Al-qur’an, Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.[11] Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Syams ayat 7-8.
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ   $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ  
Artinya : (7) dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). (8) Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.[12]

Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada hawa nafsu yang lebih cenderung  mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis yang selalu berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan. Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini hanya dengan senjata agama.
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia itu telah diciptakan-nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah. Dalam QS. Al-Qomar : 49.
$¯RÎ) ¨@ä. >äóÓx« çm»oYø)n=yz 9ys)Î/ ÇÍÒÈ  
Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.[13]
Dalam literatur  Teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mu’tazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian mereka sepakat bahwa manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang mengetahui yang baik dan yang buruk tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui oleh akal.  Dalam hubungan inilah, kaum mu’tazilah mewajibkan pada Tuhan  agar menurunkan wahyu dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki akal  dapat dilengkapi  dengan informasi  yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mu’tazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya itu dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali melalui petunjuk wahyu dan agama .

3)     Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.[14] Firman Allah dalam Surat Al-Anfal ayat 36.
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& (#rÝÁuÏ9 `tã È@Î6y «!$# 4 $ygtRqà)ÏÿZãŠ|¡sù §NèO Ücqä3s? óOÎgøn=tæ Zotó¡ym §NèO šcqç7n=øóム3 z`ƒÏ%©!$#ur (#ÿrãxÿx. 4n<Î) zO¨Yygy_ šcrçŽ|³øtä ÇÌÏÈ  
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.[15]
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya, berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan mengejar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu saat ini semakin meningkat sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting.[16]




[1] Lihat Buku karanagan Nata, Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm 9
[2] Atang ABD. Hakim dan Jaih Mubarok. 2010. Metodelogi Studi Islam. Cet 12. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hlm 3.
[3] Nata, Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm 16
[4] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[5] Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in Word)
[6] Ibid.
[7] Kepercayaan pada kekuatan gaib yang ada pada benda-benada tertentu dan berpengaruh pada kehidupan manusia.
[8] Kepercayaan yang mengajarkan bahwa setiap benda baik yang bernyawa maupu tidak bernyawa mempunyai roh.
[9] Kepercayaan kepada banyak tuhan, bisa juga dipahami dengan kepercayaan pada dewa-dewa.
[10] Murthada Muthahhari, Perspektif Manusia dan Agama, (Bandung:Mizan, 1990), cet V, hlm. 46
[11] Nata, Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm 23
[12] Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in word)
[13] Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in word).
[14] Nata, Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm 24-25.
[15] Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in word)
[16] Ibid. Hlm 25