PENDAHULUAN
Agama
merupakan yang sesuatu keyakinan atau kepercayaan yang di anut oleh seseorang
sehingga menggambarkan pada perilaku kesehariannya dalam berinteraksi sesama
manusia. Agama ini ada berbentuk kepercayaan pada satu tuhan dan kepercayaan
pada dua atau lebih dan Agama ada yang diturunkan dari Allah dan ada juga yang
diciptakan oleh manusia sndiri. Agama yang dibuat oleh manusia adalah agama
yang yang menyembah patung, pepohonan, menyembah matahari, menyembah api dan
lain sebagainya yang secara logika tidak masuk akal jika kita analogikakan.
Masak tuhan tidak bergerak, tidak berbicara bahkan tidak bisa pergi
kemana-kemana, ini dalam kasus penyembahan kepada patung. Namun kenapa juga
mareka menyembah dan kenapa pula mareka beragama dengan beribadah padanya ?, padahal
pada kasus patung jelas itu buatan mareka sendiri tapi kenapa mareka
menyembahnya ?, benar-benar membingungkan.
Dari kasus
diatas maka dapat kita simpulkan bahwa memerlukan agama untuk mareka ibadati.
Kemudian jika kita lihat bahwa manusia perlu agama, timbul pula pertanyaan dari
mana hasrat untuk beragama ? dan kenapa manusia membutuhkan agama? Dari itu
dalam makalah ini akan kami kupas tentang apa saja yang melatar belakangi
perlunya manusia terhadap agama.
Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca yang budiman. Selamat
membaca.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sebelum
kita membahas lebih lanjut ada baiknya kita mengenal dulu pengertian dari agama
itu. Agama menurut bahasa berasal dari kta sanskrit yaitu “a” artinya tidak dan
“gama” artinya perti. Jadi pengertian agama adalah tidak pergi, tetap pada satu
tempat dan diwarisi secara turun temurun. Pengertian ini menurut pendapat Harun
Nasution dalam buku Metodelogi Studi Islam.[1]
Dari
pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa agama itu berasal dari nenek moyang
kita yang turun temurun terus dijaga dan dibina dari generasi kegenersi
selanjutnya. Namun pada pelaksanaannya pelestariannya agama ini hanya sebagai
kedok bagi sebagian orang. Kenapa dikatakan sebagai kedok bagi sebagian orang
?, karena memang sudah begitu adanya, bagi mareka agama itu hanya untuk
melengkapi identitasnya saja, yang mana
diperlukan dalam pembuatan KTP (kartu Idintitas Penduduk) sedangkan praktek
keibadahan dalam agama itu tidak dilakukan, seperti contoh tidak melakukan
shalat, tidak puasa dan lain-lain sebagainya, maka dari itu kami katakan agama
hanya sebagai kedok atau sebagai untuk melengkapi identitasnya saja. Namun
agama jika kita tinjau lebih jauh lagi, maka agama ini menjadi sebuah kebutuhan
bagi manusia. Agama ini dijadikan sebagai patokan dalam mengerjakan segala
sesuatu baik dalam perbuatan muamalah apalagi dalam bidang ibadah. Dan mengenai
latarbelakang dasar kebutuhan manusia terhadap agama akan kami uraikan dalam
pebahasan berikut ini.
Kemudian
dilain buku dijelaskan bahwa agama berasal dari kata “Religion” yang dialih
bahasakan menjadi “agama”. Agama ini mengandung makna himpunan doktrin, ajaran,
serta hukum-hukum yang telah di baku yang diyakini sebagai kodifikasi perintah
tuhan untuk manusia. Proses pembukuan ini berlangsung antara lain melalui
proses sistematika nilai dan semangat agama, sehingga sosok agama hadir sebagai
himpunan sabda tuhan yang terhimpun dala kitab suci dan literatur keagamaan
karya para ulama.[2]
Dalam
agama islam kemudian muncul pula ilmu-ilmu pengetahuan keagamaan seperti ilmu
kalam. Ilmu tasawwuf, ilmu Tauhid dan lain sebagainya yang berkenaan dengan
agama. Yang mana ilmu-ilmu tersebut tidak lain adalah untuk memudahkan kita
memahami agama yang kita anut, dan diantara ilmu yang satu dengan ilmu yang
lainya mempunyai hubungan erat dengan agama.
B. Latar
Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama.
Didalam
buku Metodelogi Studi Islam Abuddin Natamenjelaskan ada tiga alasan yang
sangat melatar belakangi kenapa manusia perlu atau butuh kepada Agama.
Alasan-alasan tersebut kami uraikan sebagai berikut :
1) Latar
Belakang Fitrah Manusia
Kenyataan
bahwa manusia memiliki Fitra keagamaan tersebut buat pertama kalinya ditegaskan
dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan Fitri Manusia. Fitrah
keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya
manusia pada agama. Oleh karenanya ketika datangnya wahyu tuhan yang menyeru
agar manusia beragama, maka seruan tersebut amat sejalan dengan fitranya itu.[3]
Firman Allah SWT dala Al-Qur’an Surat Al-Rum ayat 30.
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan
Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui([4]).[5]
Sebenarnya manusia sejak kecil telah diberikan
potensi fitrah beragama oleh Allah. Mengenai potensi yang diberikan oleh Allah
kepada Manusia dapat kita jumpai dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 172.
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Artinya : dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi
saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”.[6]
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan
jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan
untuk beragama. Hal ini sedemikian jalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu
haditsnya yang mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah
(potensi beragama) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut
menjadi yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang
memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis.
Manusia Primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenal tuhan,
ternyata mereka mempercayai adanya tuhan sekalipun terbatas daya khayalnya.
Selanjutnya, keyakinan-keyakinan tersebut dikenal dengan istilah Dinamisme[[7]],
Animisme[[8]], dan
Politeisme[[9]]
-lebih lanjut lihat Harun Nasution dalam Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya-, ini semua membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi bertuhan.
Lebih lanjut, Murthada Muthahhari menyebutkan
bahwa setidaknya ada 5 Hipotesis yang diajukan mengenai pertumbuhan agama pada
manusia. Yaitu Agama produk rasa takut, Agama adalah produk kebodohan, agama
sebagai motivasi keterikatan manusia dan pendambaannya kepada keadilandan
keteraturan, dan Marxisme.[10]
2)
Kelemahan
dan Kekurangan Manusia.
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia
memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan
juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain ungkapan oleh kata al-nafs.
Menuut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan Al-qur’an, Nafs diciptakan Allah
dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat
kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh
Al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.[11] Firman
Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Syams ayat 7-8.
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya : (7) dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya). (8) Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.[12]
Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk
yang terhebat dan tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan
tetapi mereka mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan
tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa manusia menjadi lemah karena di dalam
dirinya ada hawa nafsu yang lebih cenderung
mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis yang selalu
berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan. Manusia hanya dapat
melawan musuh-musuh ini hanya dengan senjata agama.
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa
manusia itu telah diciptakan-nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan
lemah. Dalam QS. Al-Qomar : 49.
$¯RÎ) ¨@ä. >äóÓx« çm»oYø)n=yz 9ys)Î/ ÇÍÒÈ
Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.[13]
Dalam literatur Teologi Islam kita jumpai pandangan kaum
mu’tazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam
memperkuat argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian mereka sepakat bahwa
manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang mengetahui yang baik dan
yang buruk tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui oleh
akal. Dalam hubungan inilah, kaum
mu’tazilah mewajibkan pada Tuhan agar
menurunkan wahyu dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan
demikian, Mu’tazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan
wahyu.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya
itu dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali
melalui petunjuk wahyu dan agama .
3)
Tantangan
Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia
memerlukan agama adalah karena manusia adalah karena manusia adalah dalam
kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari
luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan
syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang
dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari
Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang
dimanipestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung
misi menjauhkan manusia dari Tuhan.[14] Firman
Allah dalam Surat Al-Anfal ayat 36.
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#rãxÿx. tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& (#rÝÁuÏ9 `tã È@Î6y «!$# 4 $ygtRqà)ÏÿZã|¡sù §NèO Ücqä3s? óOÎgøn=tæ Zotó¡ym §NèO cqç7n=øóã 3 z`Ï%©!$#ur (#ÿrãxÿx. 4n<Î) zO¨Yygy_ crç|³øtä ÇÌÏÈ
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir
menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka
akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka
akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu
dikumpulkan.[15]
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti
keinginannya, berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan
sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu upaya untuk mengatasinya dan
membentengi manusia adalah dengan mengejar mereka agar taat menjalankan agama.
Godaan dan tantangan hidup demikian itu saat ini semakin meningkat sehingga
upaya mengamankan masyarakat menjadi penting.[16]
[1] Lihat
Buku karanagan Nata, Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi
18. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm 9
[2] Atang
ABD. Hakim dan Jaih Mubarok. 2010. Metodelogi Studi Islam. Cet 12.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hlm 3.
[3] Nata,
Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali
Pers. Hlm 16
[4] Fitrah
Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal
itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh
lingkungan.
[5]
Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in Word)
[6] Ibid.
[7] Kepercayaan pada kekuatan gaib yang ada pada benda-benada tertentu dan
berpengaruh pada kehidupan manusia.
[8] Kepercayaan yang mengajarkan bahwa setiap benda baik yang bernyawa maupu
tidak bernyawa mempunyai roh.
[9] Kepercayaan kepada banyak tuhan, bisa juga dipahami dengan kepercayaan
pada dewa-dewa.
[10] Murthada Muthahhari, Perspektif Manusia dan Agama, (Bandung:Mizan, 1990), cet V,
hlm. 46
[11] Nata,
Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali
Pers. Hlm 23
[12]
Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in word)
[13]
Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in word).
[14] Nata,
Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali
Pers. Hlm 24-25.
[15]
Al-Qur’an dan Terjemahan (Qur’an in word)
[16] Ibid.
Hlm 25